Pengertian Hikayat
Hikayat adalah cerita
Melayu klasik yang menonjolkan unsur penceritaan berciri kemustahilan dan
kesaktian tokoh-tokohnya. (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 107). Kisahnya sendiri
banyak berisi tentang budaya, moral, dan nilai-nilai kehidupan lain, sehingga
kita dapat memetik pelajaran sebagai cermin kehidupan kita.
Karakteristik Teks Hikayat
Hikayat merupakan sebuah teks narasi yang cukup berbeda dengan
yang lain. Oleh karena itu, hikayat memiliki karakteristik kuat yang membedakannya.
Karakteristik tek hikayat menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 199) meliputi
beberapa poin di bawa ini.
1. Kemustahilan,
artinya dalam hikayat terdapat banyak hal yang tidak logis atau tidak bisa
dinalar, meliputi dari segi bahasa maupun cerita, contohnya: bayi lahir
disertai pedang dan panah, seorang putri keluar dari gendang, dsb.
2. Kesaktian,
berarti tokoh di dalam hikayat memiliki kesaktian yang tidak dapat dilakukan
oleh manusia biasa, seperti: mengubah wujud menjadi binatang, mampu melenyapkan
bangunan hanya dengan satu jentikkan jari saja, dsb.
3. Anonim,
maksudnya tidak diketahui secara jelas siapa penulis atau penceritanya karena
hikayat diceritakan secara lisan dan turun-temurun.
4. Istana
Sentris,
hikayat selalu bertema dan berlatar suatu kerajaan.
Ciri Ciri Teks Hikayat
Berdasarkan pada berbagai penjelasan dan pendapat di atas, maka
dapat ditarik bahwa ciri-ciri hikayat juga dapat meliputi beberapa poin di
bawah ini.
1. Merupakan
cerminan realitas kehidupan rakyat setempat (cerita rakyat).
2. Berhubung
pada dasarnya hal yang diungkapkan pengarang disampaikan dengan jalan
menceritakan, meriwayatkan, dan mendongengkan, maka jenis karangan yang
digunakan adalah narasi.
3. Dilandasi
oleh adanya unsur “cerita” atau “dongeng”, maka hikayat berkesan rekaan atau fiksional.
4. Hikayat
umumnya bermotifkan keajaiban dan kesaktian.
5. Isi
yang dikandung hikayat umumnya menyingkap kehidupan tokoh besar seperti raja
dan keluarganya, pahlawan, atau seseorang yang sakti dan berpengaruh terhadap
masyarakat luas.
Struktur Teks Hikayat
Struktur teks hikayat secara umum masih sama dengan teks narasi.
Berikut adalah beberapa struktur tersebut.
1. Orientasi,
merupakan pengenalan latar, tokoh, dan kisah baik dari segi waktu, tempat
maupun peristiwa. Orientasi juga biasanya menata berbagai adegan dan
menjelaskan hubungan antartokoh.
2. Komplikasi,
bagian di mana konflik mulai muncul. Konflik adalah pertentangan atau
kesukaran-kesukaran yang dialami tokoh utama dalam hikayat. Bagian ini akan
berangsur terus bertambah hingga akhirnya memuncak mencapai bagian klimaks.
3. Resolusi,
merupakan penyelesaian dari berbagai konflik yang terjadi. Resolusi juga dapat
diiringi oleh koda atau kesimpulan dan amanat akhir terhadap kondisi yang
dialami oleh tokoh utama.
Kaidah Kebahasaan Teks Hikayat
Dari segi bahasa, hikayat memiliki kekhasan khusus, yakni
menggunakan bahasa Melayu klasik yang ditandai dengan penggunaan banyak kata
penghubung dan kata-kata arkais. Selain itu, karena hikayat juga masih
merupakan teks narasi, karakteristik bahasa yang sama juga menaunginya,
meliputi beberapa poin di bawah ini.
1. Menggunakan
kata ganti dan nama orang sebagai sudut pandang penceritaan: aku, mereka, dia.
2. Penggunaan
kata yang mencerap pancaindra untuk deskripsi latar (tempat, waktu, suasana),
contoh latar tempat: Kerajaan
itu amatlah megah, tanahnya subur sehingga rakyatnya pun makmur. Emas dan
berlian bertaburan di dinding istana, dan lumbung padi rakyatnya selalu terisi.
3. Menggunakan
pilihan kata dengan makna kias dan makna khusus, conntohnya: menjulang, memancung.
4. Banyak
memakai kata sambung urutan waktu: kemudian,
sementara itu, bersamaan dengan itu, tiba-tiba, ketika, sebelum.
5. penggunaan
kata sambung urutan waktu untuk menandakan datangnya tokoh lain atau perubahan
latar, baik latar suasana, waktu, dan tempat, contohnya: Dua tahun kemudian, sang Pangeran
pulang membawa janjinya. Akhirnya, Sultan dapat merestuinya sebagai
menantunya.
Hikayat Abu Nawas dan Rumah
yang Sempit
Pada suatu hari,
ada seorang
laki-laki datang ke rumah Abu Nawas. Lelaki itu hendak mengeluh
kepadanya mengenai masalah yang sedang dihadapinya. Dia sedih karena rumahnya
terasa sempit ditinggali banyak orang.
“Abu Nawas, aku memiliki
seorang istri dan delapan anak, tapi rumahku begitu sempit. Setiap hari, mereka
mengeluh dan merasa tak nyaman tinggal di rumah. Kami ingin pindah dari rumah
tersebut, tapi tidak mempunyai uang. Tolonglah katakan padaku apa yang harus
kulakukan,” kata lelaki itu.
Mendengar penuturan
laki-laki yang sedang sedih tersebut, Abu Nawas kemudian berpikir sejak. Tak
berapa lama, sebuah ide terlintas di kepalanya.
“Kamu mempunyai domba di
rumah?” Tanya Abu Nawas padanya. “Aku tak menaiki domba, jadi aku tak
memilikinya,” jawabnya. Setelah mendengar jawabannya, dia meminta lelaki
tersebut untuk membeli sebuah domba dan menyuruhnya untuk menaruh di rumah.
Pria itu kemudian
menuruti usul Abu Nawas dan kemudian pergi membeli seekor domba. Keesokan
harinya, dia datang lagi ke rumah Abu Nawas. “Bagaimana ini? Setelah aku
mengikuti usulmu, nyatanya rumahku menjadi tambah sempit dan berantakan,”
keluhnya.
“Kalau begitu, cobalah
beli dua ekor domba lagi dan peliharalah di dalam rumahmu,” jawab Abu Nawas.
Kemudian, pria itu bergegas pergi ke pasar dan membeli dua ekor domba lagi.
Namun, bukannya seperti yang diharapkan, rumahnya justru semakin terasa sempit.
Dengan perasaan jengkel,
dia pergi ke rumah Abu Nawas untuk mengadu yang ketiga kalinya. Dia
menceritakan semua apa yang terjadi, termasuk mengenai istrinya yang menjadi
sering marah-marah karena domba tersebut. Akhirnya, Abu Nawas menyarankannya
untuk menjual semua domba yang dimiliki.
Keesokan harinya, kedua
orang tersebut bertemu kembali. Abu Nawas kemudian bertanya, “Bagaimana keadaan
rumahmu sekarang, apakah sudah lebih lega?”
“Setelah aku menjual
domba-domba tersebut, rumahku menjadi nyaman untuk ditinggali. Istriku pun
tidak lagi marah-marah,” jawab pria tersebut sambil tersenyum. Akhirnya, Abu
Nawas dapat menyelesaikan masalah pria dan rumah sempitnya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar