ANDAI SERAGAM BISA BICARA
Seragam
yang menempel di dinding terlihat using dengan sorotan raja siang. Debu dan
angin menyentuhnya seakan mengajak Bunga untuk menggapai dan mengingatkan masa
SMA yang sebenarnya enggan ia ingat karena berkecamuk dalam penyesalan.
Dimulai
dari Bunga yang duduk dibangku Sekolaah Dasar saat ia hanya mengenal permen.
Dengan doa sang ibu, Bunga telah menjadi anak dewasa. Beberapa tahun bagai
beberapa hari. Bunga salah melangkah hingga terjerat kedalam pergaulan setan.
Bunga mengenal cinta dari laki – laki yang sama sekali bukan harapan bangsa.
Disaat
anak – anak sebayanya meraih berpuluh – puluh prestasi membawa negaranya, gadis
yang menjadi harapan sang ibu, malah ikut – ikutan dalam tawuran, geng motor,
merokok, pemabuk dan lebih parahnya pecandu narkoba. Akhirnya, ia kehilangan
sebuah mahkota yang seharusnya ia jaga untuk teman hidupnya dan sekeras apapun
itu takkan bisa kembali inilah Nasi sudah menjadi bubur.
Dibalik
Bunga yang menjerit meminta pertanggung jawaban karena mendapat hasil dari
kelakuannya, sang ibu menyusun benang dengan peluh keringat. Ia mempunyai
jutaan harapan bahwa anaknya bisa mengubah dunia. Ibunya merasa sangat mengenal
baik anaknya yang shaleh, rajin dan bermoral. Tapi nyatanya? Ibu belum mencium bangkai
disana, belum.
Menjelang
hari, para tetangga seakan didukung oleh alam, mereka menyampaikan sebuah
kabar, tentunya bukan kabar burung. Bau bangkai yang Bunga tutupi terbongkar
sudah. Hati sang ibu hancur lebih dari berkeping – keping bagai atom – atom
kimia. Saking menyeruak ke hidung, ibu menjadi sakit dan stress. Hanya satu
foto anak berjilbab yang ia kenal bukan anak yang sudah membuka auratnya.
Aliran
air mata Bunga membasahi wajah dan hatinya, penyesalan berkecamuk dengan rasa
bersalah yang tak termaafkan. Bunga mengambil sehelai jilbab dan ia pakai
dihadapan sang ibu. Beruntung memori ibu kembali berdatangan, mereka
berpelukan. Dalam hatinya, Bunga berjilbablah yang ia kenali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar