Jumat, 29 April 2011

HAKIKAT DAN UNSUR PUISI


1. Pengertian

Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.

Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.

(1) Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.

(2) Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.

(3) Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.

(4) Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).

(5) Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.

Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.



2. Unsur-unsur Puisi

Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.

(1) Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima.

(2) Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang.

(3) Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.

(4) Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.

(5) Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata konkret, (9) ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima). Djojosuroto (2004:35) menggambarkan sebagai berikut.



Gambar 1. Puisi sebagai struktur

Berdasarkan pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65) menjelaskan unsur-unsur puisi sebagai berikut.



2.1 Struktur Fisik Puisi

Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.

(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.

(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)

(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.

(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.

(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.

(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutardji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

2.2 Struktur Batin Puisi

Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.

(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.

(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.

(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.

(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.

KATA ULANG (REDUPLIKASI)

  1. Bentuk Kata Ulang
    Menurut bentuknya, kata ulang dapat dibagi sebagai berikut.
    1. Kata ulang penuh atau kata ulang murni, yaitu semua kata ulang yang dihasilkan oleh perulangan unsur-unsurnya secara penuh.
      Misalnya: rumah-rumah, sakit-sakit.
    2. Kata ulang berimbuhan atau kata ulang bersambungan, yaitu semua kata ulang yang salah satu unsurnya berimbuan: awalan, sisipan, atau akhiran.
      Misalnya: berjalan-jalan, turun-temurun, tanam-tanaman.
    3. Kata ulang berubah bunyi, yaitu kata ulang yang mengalami perubahan bunyi pada unsur pertama atau unsur kedua kata ulang.
      Misalnya: bolak-balik, serba-serbi.
    4. Kata ulang semu, yaitu kata yang hanya dijumpai dalam bentuk ulang itu. Jika tidak diulang, komponennya tidak memunyai makna atau bisa juga memunyai makna lain yang tidak ada hubungannya dengan kata ulang tersebut.
      Misalnya: hati-hati, tiba-tiba, kunang-kunang.
    5. Kata ulang dwipurwa, yang berarti "dahulu dua" atau kata ulang yang berasal dari komponen yang semula diulang kemudian berubah menjadi sepatah kata dengan bentuk seperti itu. Kata ulang ini disebut juga reduplikasi, yang berasal dari bahasa Inggris "reduplication" yang berarti perulangan. Sebenarnya semua kata ulang juga dapat disebut reduplikasi.
      Misalnya: lelaki, tetua.

  1. Makna dan Fungsi Kata Ulang
    1. Perulangan kata benda
      Makna yang terkandung dalam perulangan dengan bentuk dasar kata benda.
      1. Menyatakan benda itu bermacam-macam. Misalnya: buah-buahan, sayur-sayuran.
      2. Menyatakan benda yang menyerupai bentuk dasar itu. Misalnya: anak-anakan, orang-orangan.
    2. Perulangan kata kerja
      Makna yang terkandung dalam perulangan dengan bentuk dasar kata kerja.
      1. Menyatakan bahwa pekerjaan itu dilakukan berulang-ulang atau beberapa kali.
        Misalnya: meloncat-loncat, menyebut-nyebut.
      2. Menyatakan aspek duratif, yaitu proses pekerjaan, pembuatan, atau keadaan yang berlangsung lama.
        Misalnya: berenang-renang, duduk-duduk.
      3. Menyatakan bermacam-macam pekerjaan.
        Misalnya: cetak-mencetak, karang-mengarang.
      4. menyatakan pekerjaan yang dilakukan oleh dua belah pikak atau berbalasan.
        Misalnya: tembak-menembak, tuduh-menuduh

    1. Perulangan kata sifat
      Makna yang terkandung dalam perulangan dengan bentuk dasar kata sifat.
      1. Menyatakan makna lebih (intensitas).
        Misalnya: Berjalan cepat-cepat! Kerjakan baik-baik!
      2. Menyatakan makna sampai atau pernah.
        Misalnya: Tak sembuh-sembuh sakitnya walaupun ia sudah berobat ke luar negeri (tak pernah sembuh). Habis-habisan ia berbelanja (sampai habis).
      3. Digabungkan dengan awalan se- dan akhiran -nya mengandung makna superlatif (paling).
        Misalnya: Kerjakan sebaik-baiknya agar hasilnya memuaskan. Terbangkan layang-layangmu setinggi-tingginya.
      4. Berlawanan dengan makna nomor satu atau melemahkan arti kata sifat itu.
        Misalnya: Badanku sakit-sakit saja rasanya. (sakit di sana-sini, tapi tidak terlalu sakit) Kalau kepalamu pening-pening, bawalah tidur. (agak pening; pening sedikit)
      5. Bentuk yang seolah-olah sudah mejadi ungkapan dalam bahasa Indonesia, makna perulangannya kurang jelas.
        Misalnya: Jangan menakut-nakuti anak-anak karena akan memengaruhi jiwanya kelak.

    1. Perulangan kata bilangan
      1. Perulangan kata satu menjadi satu-satu memberi makna "satu demi satu".
        Misalnya: Peserta ujian masuk ruangan itu satu-satu.
      2. Perulangan kata satu dengan tambahan akhiran -nya memberi makna "hanya satu itu".
        Misalnya: Ini anak saya satu-satunya.
      3. Perulangan kata dua-dua, tiga-tiga, dst. memberi pengertian "sekaligus dua, tiga, dst.".
        Misalnya: Jangan masuk dua-dua karena pintu itu tidak lebar.
      4. Bentuk perulangan berpuluh-puluh, beratus-ratus, beribu-ribu, dst. menyatakan makna "kelipatan sepuluh, seratus, seribu, dst..
        Misalnya: Beribu-ribu orang yang mati dalam peperangan itu.
        Bentuk perulangan kata bilangan dengan awalan ber-, saat ini sering diganti dengan bentukan dengan akhiran -an. Misalnya: berpuluh-puluh menjadi puluhan.

Kamis, 28 April 2011

TEKNIK MENULIS BERITA


· Berita ialah peristiwa yang telah dimuat dalam suatu media cetak, atau disiarkan lewat radio atau televisi.

· Kriteria Kelayakan Berita

Kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi berita, antara lain:

1. Penting.

Pengesahan RUU Sisdiknas adalah penting, karena menyangkut kepentingan rakyat banyak, yang menjadi pembaca media bersangkutan. Maka layak jadi berita. Ini juga relatif tergantung dari khalayak pembaca yang dituju. Isu Amien Rais menjadi calon presiden tentu penting untuk dimuat di Harian Republika, tetapi kurang penting dimuat di Majalah Gadis, karena khalayak pembacanya berbeda.

2. Baru terjadi, bukan peristiwa lama.

Peristiwa yang telah terjadi pada 10 tahun yang lalu jelas tidak bisa jadi berita.

3. Unik, bukan sesuatu yang biasa.

Seorang mahasiswa yang kuliah tiap hari adalah peristiwa biasa. Tetapi jika mahasiswa berkelahi dengan dosen di dalam ruang kuliah, itu luar biasa.

4. Asas keterkenalan.

Kalau mobil anda ditabrak mobil lain, tidak pantas jadi berita. Tetapi kalau mobil yang ditumpangi putri Diana ditabrak mobil lain, itu jadi berita dunia.

5. Asas kedekatan. Asas kedekatan ini bisa diukur secara geografis maupun kedekatan emosial. Banjir di Cina yang telah menghanyutkan ratusan orang, masih kalah nilai beritanya dibandingkan banjir yang melanda Jakarta, karena lebih dekat dengan kita.

6. Magnitude

(dampak dari suatu peristiwa). Demonstrasi yang dilakukan oleh 10.000 mahasiswa tentu lebih besar magnitudenya dibanding demonstrasi oleh 100 mahasiswa.

7. Trend.

Sesuatu bisa menjadi berita ketika menjadi kecenderungan yang meluas dimasyarakat. Misalnya, sekarang orang mudah marah dan mudah membunuh pelaku kejahatan kecil (pencuri, pencopet) dengan cara dibakar hidup-hidup.

  • Unsur-Unsur Suatu Berita

- 5 W + 1 H (Who, What, Where, When, Why) + How. Atau : (Siapa, Apa, Dimana, Kapan, Mengapa) + Bagaimana

- Kriteria Khusus:

1. kebijakan redaksional/misi media.

2. Pendekatan keamanan (ancaman pembredelan, dan sebagainya). Berita yang mengkritik keras korupsi dan kolusi antara penguasa dan pengusaha bisa berujung pada pembredelan atau teguran terhadap media yang bersangkutan.

3. kepekaan masyarakat pembaca dan kemungkinan dampak negatif berita terhadap pembaca. Misalnya untuk isu-isu yang menyangkut SARA (suku, Agama, Ras, dan antar golongan). Atau bisa menyinggung perasaan atau martabat pembaca.

· Beberapa Macam Berita:

1. Hard News/Straight News:

- berita yang lugas, singkat, langsung ke pokok persoalan dan fakta-faktanya.

- Biasanya harus memenuhi unsur 5W+1H secara ketat dan harus cepat-cepat dimuat, karena terlambat sedikit bisa basi.

- Istilah Hard News lebih mengacu pada isi berita.

- Istilah Straight News lebih mengacu pada cara penulisannya (struktur penulisanya).

- Hard news/straight news biasanya ditulis dalam bentuk struktur “piramida terbalik” yakni inti berita ditulis pada bagian paling awal, dan hal-hal yang tidak penting ditulis belakangan.

2. Soft News:

- berita yang dari segi struktur penulisannya relatif lebih luwes, dan dari segi isi tidak terlalu berat.

- Umumnya tidak terlalu lugas, tidak kaku, atau ketat khususnya dalam soal waktunya.

- Dari segi bentuknya, soft news masih bisa kita perinci lagi menjadi dua:

a. News Features. News Feature adalah Feature yang mengandung unsur berita. Misalnya tulisan yang menggambarkan peristiwa penangkapan Tommy Suharto oleh polisi, yang diawali dengan penyadapan telepon dengan bantuan Roy Suryo seorang pakar Multimedia dan Komunikasi, pembongkaran ruang bawah tanah, sampai proses tertangkapnya disajikan secara seru, menarik, dan dramatis. Seperti menonton film saja.

b. Feature. Feature adalah teknik penulisan yang khas berbentuk luwes, tahan lama, menarik, strukturnya tidak kaku, dan biasanya megangkat aspek kemanusiaan. Pada hakekatnya penulisan feature adalah seorang yang berkisah. Ia melukis gambar dengan kata-kata, ia menghidupkan imajinasi pembaca, ia menarik pembaca kedalam cerita dengan mengidentififkasikan diri dengan tokoh utama. Panjang tulisan feature bervariasi dan boleh ditulis seberapa panjang pun, sejauh masih menarik.

- Soft news, News Feature dan Feature ditulis dengan gaya yang tidak kaku.

- Hal-hal yang penting bisa ditulis di bagian awal, namun juga tidak mutlak.

Penulisan Judul

· Judul merupakan inti dari teras berita.

· Kriteria judul yang baik :

- jelas, mudah dimengerti dengan sekali baca dan menarik, sehingga mendorong pembaca untuk mengetahui lebih lanjut isi tulisan.

- harus “menggigit”, perlu kejelasan makna asosiatif setiap unsur Subyek, Obyek, dan Keterangan.

- Panjang judul maksimal dua baris terdiri atas empat hingga enam kata.

- Semua kata di dalam judul dimulai dengan huruf besar, kecuali kata sambung seperti dan, di, yang, bila, dalam, pada, oleh, dan kata tugas lainnya yang ditentukan redaksi.

- Penulisan judul tidak boleh dimulai dengan angka.

- Hindari penggunaan singkatan yang tidak populer. Judul bersifat tenang dan tidak bombastis.

GAYA BAHASA (MAJAS) Update

GAYA BAHASA (MAJAS)

Gaya bahasa atau majas adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan baik secara lisan maupun tertulis. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga. tahun 2002). Meskipun ada banyak macam gaya bahasa atau majas, namun secara sederhana gaya bahasa terdiri dari empat macam, yaitu majas perbandingan, majas penegasan, majas pertentangan, dan majas sindiran.

A. Majas Perbandingan

1. Alegori (allgoriaa:lIos,lain,agoreureinu :ungkapan, pernyataan) adalah menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau peggambaran.

a. Burung merpati menggambarkan perdamaian. (perilaku burung merpati memberikan gambaran lengkap sebagai burung yang cinta damai) .

b. Hidup manusia seperti roda!ckadang-kadang di bawah kadang pula di atas.

2. Alusio adalah pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena selain ungkapan itu sudah dikenal juga pembicara atau penulis ingin menyampaikan maksud secara tersembunyi.

a. Ah, kau ini, seperti kura-kura dalam perahu. (Iengkaptrya, Ah, kau ini, sepetri kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu.)

b. Memberikan barang atau nasihat seperti itu kepadanya, engkau seperti memberikan bunga kepada seekor kera.

c. Kalau ada sumur di ladang, bolehkah sqya menumpang mandi?

3. Simile adalah pengungkapan dengan menggunakan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan clanpenghubung seperti layaknya, bagaikan, seperti, bagai.

a. Caranya bercinta selalu mengagetkan, seperti petasan. (Rendezvous,Agus Noor)

b. Dan ia pun bercerita, betapa dia selalu memimpikan hidupnya mengalir seperti sebuah bossanova. Tak terlalu banyak kejutan, seperti jazz. (Rendezvous,Agus Noor)

4. Metafora (Yun. Metaphore:meta: di atas, pherein: membawa) adalah pengungkapan berupa perbandingan analogis satu hal dengan hallain, dengan menghilangkan kata-kata seperti, layaknya, bagaikan, dsb.

a. Generasi muda adalah tulang punggung Negara (generasi muda dianalogikan sebagai tulang punggung)

b. Dan ia pun bercerita, betapa dia selalu memimpikan hidupnya adalah sebuah bossanova atau jazz.

c. Setelah sampai di kaki gunung (analogi dari kaki manusia) ia duduk-duduk di mulut sungai (analogi dari mulut manusia).

5. Antropomorfisme adalah bentuk metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.

a. Setelah sampai di kaki gunung, ia duduk-duduk di mulut sungai.

b. Ketika sampai di mulutjurang, hatinya ragu-ragu, adakah ia berani melanjutkan perjalanan

6. Sinestesia adalah bentuk metafora berupa ungkapan yang berhubungan dengan suatu indra untuk dikenakan kepada indra yang lain.

a. Kata-katanya (untuk telinga) memang terkenal pedas. (untuk pengecap / lidah)

b. Permen nona-nona rasanya rame-rame!

c. Betapa sedap memandang gadis cantik yang selesai berdandan.

7. Antonomasia adalah penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri sebagai nama jenis.

a. Lho, Mbak:Ju,kalau begini aku harus bagaimana? Masakan aku harus melepas bekisarku, meski katanya, dia hanya mau pinjam sebentar? (Belantik,Ahmad Tohari)

b. " ...Jangan seperti anak kemarin sore, Kolonel. Kalau mereka menginginkan kematianku, baiklah." "Mungkin ini jalan terbaik, Jendral" (Rendezvous,Agus Noor)

8. Aptronim adalah pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.,

a. Karena sehari-hari ia bekerja sebagai kusir gerobak, ia dipanggil Kartogrobak.

b. Tentu Karto grobak tidak ada sangkut-pautnya dengan si Gendut, anak Tarsih tetangga sebelah.

9. Metonemia adalah bentuk pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merk, ciri khas atau menjadi atribut.

a. Saat itu aku mulai melayang karena dua butirblue diamond yang sekaligus kutenggak (Rendezvous, Agus Noor)

b. Maya memang menyukai bossanova. ..Dan ia pun bercerita, betapa dia selalu memirnpikan hidupnya mengalir seperti sebuah bossanova.Tak ter1alu banyak kejutan, seperti jazz. (Rendezvous,

Agus N oor)

c. Ke mana pun ia pergi, ia tak pernah lepas dari Chairil Anwar. (Chairil Anwar adalah nama penyair pembaharu Angkatan 1945).

10. Hipokorisme adalah penggunaan nama julukan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib antara pembicara dengan yang dibicarakan.

a. Bawuk atau tole adalah sebutan karib untuk anak perempuan dan laki-laki.

b. Lama Otok hanya memandangi ikatan bunga biji mata itu, yang membuat Otok kian terkesima. (Rendezvous,Agus Noor).

11. Litotes adalah ungkapan berupa mengecilkan fakta dengan tujuan untuk merendahkan diri.

a. Tanpa bantuan Anda sekalian, pekerjaan saya ini tidak mungkin selesai.

b. Mampirlah ke rumah saya yang tak berapa Iuas.

c. Aku hanya bisa memberikan bantuan ala kadarnya dan tidak seberapa. Silakan diterima dengan senang hati.

12. Hiperbola (Yun. Huperbo!a;huper,di atas, melampaui, terlalu, ballo, melempar) adalah cara pengungkapan dengan melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan itu menjadi tidak masuk akal.

a. Hatiku hancurmengenang dikau, berkeping-keping jadinya.

b. Ombak setinggi gunung menghantam rumah-rumah dan menghanyutkan ribuan manusia. Dan orang-orang Aceh kehabisan air mata karena sedih oleh musibah tsunami itu.

c. Air matanya terkuras habis karena terharu membayangkan nasib Sitti Nurbaya.

13. Personifikasi atau penginsanan adalah cara pengungkapan dengan menjadikan benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.

a. Angin mendesah, mengeluh dan mendesah.(Surat Cinta,Rendra)

b. Lampu-lampu penduduk di pinggir jalan berlarian ke belakang. (Belantik, Ahmad Tohari)

c. Tetapi Dukuh Paruk tetaplah Dukuh Paruk. Dia sudah berpengalaman dengan kegetiran kehidupan, dengan kondisi hidup yang paling bersahaja. (Jantera Bianglala, Ahmad Tohari).

14. Depersonifikasi adalah cara pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.

a. Jika aku bunga, engkau kumbangnya.

b. Engkaulah bulanku, Pelita malamku.

15. Pars pro toto adalah sinekdoke berupa mengungkapkan sebagian dari objek untuk menunjuk keseluruhan objek tersebut.

a. Nah, sendok dan garpu telah tersedia, silakan dinikmati dengan tanpa sungkan-sungkan. (Yang tersedia adalah daging ayam panggang, nasi mengepul, beraneka sayur-mayur, dan tentu saja,

piring, sendok, dan garpu)

b. Tatapan matanya telah meruntuhkan hatiku.

16. Totum pro parte adalahsinekdoke berupa mengungkapkan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian saja.

a. Tidak kusangka, Indonesia ternyata dapat menyabet gelar The Absolute Winner dalam olimpiade fisika tahun 2006.

b. Kata Amien Rais : Bangsa kita kehilangan kemandirian (Kompas,27/12/2006)

c. Amerika Serikat menuduh Iran campur tangan soal Irak.

17. Eufemisme (YWl. euphemismose; u, baik, pheme, perkataan, ismos, tindakan) adalah menggantikan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.

a. Maaf Pak, saya minta izin ke belakang. (Membuang air kecil atau besar dirasa kurang sopan dibandingkan ke belakang.)

b. Kata pelacur atau perempuan jalang dianggap kurang pantas dibandingkan (wanita) tuna susila.

c. Kaum tuna wisma makin bertambah saja di kotaku.

18. Disfemisme adalah mengungkapkan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.

a. Ibuku seorang pelacur...(cerpen "Pelajaran Mengarang", Seno Gumira Ajidarma)

b. Bolehkah saya meminta izin untuk kencing sebentar? '

19. Fabel adalah menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.

a. Kancil diam sejenak. Kebun mentimun siapakah gerangan ini?

b. Mengetahui bahwa Kancil telah menipunya, geramlah hati harimau.

20. Parabel adalah ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita. Misalnya, kisah Nabi Ayub atau kisah para nabi besar lainnya adalah parabel. Demikian juga, cerita-cerita Fabel menyatakan nilai dan pelajaran hidup yang dapat diketahui melalui membaca atau mendengarkan cerita secara keseluruhan.

21. Perifrase adalah ungkapan yang panjang sebagai pengganti pengungkapan yang lebih pendek.

a. Ke manapun ia pergi, besitua bermerekYamaha produksi tahun 1970 selalu menemaninya..

b. Aku lebih merasa nyaman naik gerbong yang yang berjalan di atas rel.

22. Eponym adalah majas perbandingan dengan menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata. Misalnya, Gelora Bung Karno, Gunung Sukarnapura, rezim Suharto, lapangan Trikora.

23. Simbolik adalah melulgskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan suatu maksud.

a. Lelaki buaya darat,(buaya darat adalah simbol laki-laki hidung belang) aku tertipu lagi. ("Buaya Darat", Ratu)

b. Katakanlah cinta dengan bunga.

B. Majas Sindiran

1. Ironi (Yun. eironeia, Lt.ironia. Kt. kerjanya: menyembunyikan) adalah sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya clan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.

a. Maaf, Ibu, tulisan Ibu terlalu besar sehingga saya tidak dapat membacanya dari sini. (kenyataannya, tulisan bu guru terlalu kecil)

b. Rasanya sebentar saja kau pergi! (padahal telah lebih dari satu jam).

c. Engkau pasti tahu bahwa rapat ini tidak mungkin berlangsung tanpa kedatanganmu. (Kenyataannya, engkau datang atau tidak, rapat tetap berlangsung)

2. Sarkasme adalah sindiran langsung dan kasar.

a. "Mampuslu, anjing Sukarno! Mau merdeka? Ini merdeka!!! dan sten-gun ditembakkan tidak tentu arah (Jalan Tak Ada Ujung, Muhtar Lubis)

b. Nyawamu barang pasar, hai, orang-orang bebal (Ballada Terbunuhnya Atmo Karpo, Rendra).

3. Sinisme (Yun. F;ynikos,seperti anjing-tingkah laku kaum sinis yang jorok) adalah ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia. Karena itu, sinisme bersifat Iebih kasar dibandingkan ironi.

a. Bukankah seluruh waktuku hanya untukmu, sayang, sehingga aku kaubuat sebal dan jemu menunggu.

b. Tak usah kauperdengarkan suaramu yang merdu dan memecahkan telinga itu.

4. Satire (Lt. satira) adalah ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dsb.

5. Innuendo adalah sindiran yang brsifat mengecilkan fakta sesungguhnya.

a. Karena ia menyisihkan selembar dua lembar kertas kantor, ia kini telah membuka toko alat-alat tulis.

b. Sejak kantornya membangun cabang baru, ia rajin memberikan serupiah dua rupiah upeti agar ia mendapatkan bagian proyek pembangunan itu.

C. Majas Penegasan

1. Apofasis adalah penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.

a. Saya tidak sampai hati untuk mengatakan bahwa banyak kawan-kawan kita yang tidak menyukaimu.

b. Saya tidak mau mengungkapkandalarn forum ini bahwa saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara. (Gorys Keraf).

2. Pleonasme (Yun,pleonasmos, menarnbah dengan berlebihan) adalah menarnbahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menarnbahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.

a. Majulah engkau ke depan dan kemudian mundur ke belakang. .

b. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa orang yang baru lewat adalah guru SMP-ku.

c. Ia menyalakan lampu kamar, membuat supaya kamar menjadi terang.

3. Repetisi (Lt. repetitio; re: lagi, kembali, petere: mengarahkan) adalah perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat atau wacana.

a. "Salah, salah,angin dari sana. Kamu tukar tempat," teriaknya. (JalanYak Ada Ujung, Mochtar Lubis).

b. Baru beberapa langkah dia berjalan, tiba-tiba suara gemuruh mengejutkan-orang berteriak siaaapl Siaaaap... (JalanYak Ada Ujung, Mochtar Lubis).

c. Jadi, Barnbung hanya bisa cengar-cengir, minum, dan minum lagi. (Belantik,Ahmad Tohari).

4. Pararima adalah bentuk pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan, misalnya, mondar-mandir, kolang- kaling, lekak-lekuk.

5. Aliterasi adalah repetisi konsonan pada awal kata secara berturutan.

a. Bukan beta bijak berperi... (baris sanjak Rustam Effendi)

b. Tuhanku, dalam termangu, aku masih menyebut nama-Mu ("Doa ", Chairil Anwar).

c. Keras-keras kerak kena air lunak juga.

6. Paralelisme (paralle/os:di samping yang lain) adalah pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, klausa yang sejajar.

a. Dia sudah cukup pengalaman dengan kegetiran kehidupan, dengan kondisi hidup yang paling bersahaja.

b. Dia sudah cukup pengalaman dengan kegetiran kehidupan, dengan kondisi hidup yang paling bersahaja. Dan dia tidak mengeluh....Dia sudahdiuji dengan sekian kali malapetaka tempe bongkrek... (Jantera Bianglala, Ahmad Tohari).

7. Tautologi (Yun. tautologiat; o auto: hal yang sama) adalah gaya bahasa berupa pengulangan kata (-kata) dengan menggunakan sinonimnya.

a. Betapa hatiku sedih dan duka manakala mengetahui nilai raporku tidak terlalu baik.

b. Ia telah memukul, melekatkan tangannya ke kepala anak itu.

8. Sigmatisme adalah pengulangan bunyi "s" untuk efek-efek tertentu.

a. Kutulis surat ini kala hujan gerimis. (Surat Cinta, Rendra)

b. Malaikat-malaikat kecil / mengepakkan sayap-sayap kapas. ("Malaikat-Malaikat Kecil", Rendra).

9. Antanaklasis adalah pengungkapan dengan menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna berlainan.

a. Bapak kepala sekolah menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal ketika beliau mengetahui, Badu belum membayar uang sekolah.

b. Ketika mengetahui bahwa bunga yang diberikan kepada bunga desa itu diterima, hatinya berbunga-bunga.

10. Klimaks (klimax: tangga) adalah pemaparan pikiran atau hal berturut-turut dari yang sederhana dan kurang penting meningkat kepada hal atau gagasan yang penting atau kompleks.

a. Jangankan baju baru, sepeda motor baru atau rumah baru aku sanggup membelikan untukmu.

b. Generasi muda dapat menyediakan, mencurahkan, mengorbankan seluruh jiwa raganya kepada bangsa.

c. Lalu ia berjalan, mendekat, bersimpuh di samping makam yang bertahun-tahun ia terlantarkan. (Rendezvous,Agus Noor).

11. Antiklimaks (anti: menentang, klimax: tangga) adalah pemaparan hal atau gagasan yang penting atau kompleks menurun kepada pikiran atau hal yang sederhana dan kurang penting.

a. Tak usah kau memaksa aku untuk meminjami kau uang satu juta; seratus rupiah pun aku tidak akan sanggup meminjamkannya.

b. Apalagi mencurahkan segala pikiran dan tenaga, menyediakan diri untuk membantu orang lain saja ia tak mau.

12. Inversi atau anastrof (Lt. in, ke dalam, menuju ke, vertere, membalik) adalah menyebutkan terlebih dahulu predikat kalimat suatu kalimat, kemudian subjeknya.

a. (P) Kutulis (S) surat ini / kala hujan gerimis.. ..(Surat Cinta, Rendra)

b. (P) Ada (S) lukisan atau barangkali foto berbingkai, tanaman kuping gajah dalam pot, lampu gantung kristal yang tidak menyala. (pencuri, Julius R. Siyaranamual).

c. Sebentar, Mbakyu. (P) Rasanya tak enak (S) menyerah begitu saja kepada momok itu. (Belantik, Ahmad Tohari)

d Dari balik jendela sebuah restoran , (P), kupandang (S) Jakarta yang tenggelam dalam malam. ("Sebuah Pertanyaan untuk Cinta", Seno Gumira Ajidarma)

13. Retoris adalah ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung dalam pertanyaan tersebut.

a. Siapakah di antara Anda yang tidak ingin merdeka? Bebas dari segala bentuk penindasan?

b. Bisakah keberhasilan dicapai hanya dalam satu dua hari?

c. "Mampus lu, anjing Sukarno! Mau merdeka?Ini merdeka!!! Dan sten-gun ditembakkan tidak tentu arah (Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis)

14. Elipsis adalah penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal, unsur tersebut seharusnya ada.

a. Sialan, memaksa? Ah, nanti dulu. (Belantik, Ahmad Tohari)

b. Jakarta. Bulan September tahun 1946. Pagi. (Jalan Tak Ada Ujung, Muhtar Lubis)

c. Ada lukisan atau barangkali foto berbingkai, (ada) tanaman kuping gajah dalam pot, (ada) lampu gantung kristal yang tidak menyala. (Pencuri, Julius R. Siyaranamual)

15. Koreksio adalah ungkapan dengan menyebutkan hal (-hal) yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.

a. Ketika ia melirik, ia melihat sepasang mata itu -ah, bukan, yang menatapnya kini sepasang mata ayahnya . . . . (Rendezvous, Agus Noor)

b. Bukankah kau putri Pak Lurah, ah, maaf, putri Pak Bupati?

16. Sindeton (Yun. sundetos:kata penghubung) adalah pengungkapan suatu kalimat atau wacana yang bagian-bagiannya dihubungkan dengan kata penghubung. Bila ungkapan tersebut menggunakan beberapa atau banyak kata penghubung, disebut polisindeton; bila dalam ungkapan tersebut tidak digunakan kata penghubung, disebut asyndeton.

a. Pantas, Bambung mampu menjadi pelobi besar, broker politik dan kekuasaan, atau apalagi namanya, karena dia memang cerdik dan bisa menggunakan bahasa dan kata-kata sebagai senjata untuk membuat lawan bicaranya tak berdaya. (Belantik,Ahmad Tohari)

b. Sosoknya yang gagah(,) rambutnya yang tetap lebat meski sudah beruban(,) wajahnya yang bulat persegi(,) sorot matanya yang penuh kekuatan(,) membayang sangat nyata dalam angan-angan Handarbeni. (Belantik, Ahmad Tohari)

c. Lalu ia berjalan(,) mendekat(,) bersimpuh di samping makam yang bertahun-tahun ia terlantarkan. (Rendezvous,Agus Noor)

d. Buku harian(,) buku alamat dan nomor telepon(,) sebungkus rokok(,) korek api(,) pisau lipat Swiss(,) paspor(,) bolpoin ("Sebuah Pertanyaan untuk Cinta", Seno Gumira Ajidarma).

17. Interupsi ialah ungkapan berupa menyisipkan keterangan tambahan di antara unsur (-unsur) kalimat.

a. Di sana kedua anaknya, anak Parta, lelap dalam wajah tanpa dosa. ("Kubah", Ahmad Tohari)

b. Dan Bambung, sangpeJobibesaritu, kini hendak " meminjam Lasi. (Belantik,Ahmad Tohari) .:

c. Kanjat, teman lelaki yang menyenangkan, tampak sedang duduk di atas dahan. (Belantik, Ahmad Tohari)

18. Eksklamasio adalah ungkapan dengan menggunakan kata (-kata) seru.

a. Wah, tidak kusangka, engkau dapat juga menjadi juara kelas.

b. Ah, Bapak ini, bisa aja!

c. Lho, Mbakyu, kalau begini aku harus bagaimana? (Belantik, Ahmad Tohari).

19. Enumerasio adalah ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.

"Ketika Dukuh Paruk menjadi karang abang lebah ireng, pada awal tahun 1966, hampir semua dari kedua puluh tiga rumah di sana menjadi abu. ... . Karena hamPir segala harta benda, padi, dan gaplek musnah terbakar, bahkan juga kambing dan ayam. Lalu siapa yang tetap tinggal di atas tumpukan abu dan arang itu boleh memilih cara kematian masing-masing; melalui busung lapar atau melalui keracunan ubi gadung atau singkong beracun." (Jantera Bianglala, Ahmad Tohari).

20. Preterito ialah ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.

a. Sudahlah, nasi sudah menjadi bubur, tidak perlu kita sesali apa yang telah terjadi.

b. Tak perlu saya sebut siapa orangnya, kamu sudah tahu. (Pelajaran Sastra, Zaidan Handy).

21. Alonim adalah penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.

a. Teto untuk Setadewa (Burung-BurungManyar, JB. Mangunwijaya) ,

b. Dullah varian dari Abdullah.

c. Nay varian dari Nayla (dalam sinetron Buku Harian Nayla, produksi RCTI, 2006).

22. Kolokasi adalah bentuk asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.

a. Susah memang berurusan denggan si kepala batu. ("kepala batu" adalah asosiasi yang tetap antara kata "kepala" dan "batu")

b. Di kelas kami, ia memang dikenal sebagai bintang kelas. (kata "bintang" berasosiasi tetap dengan "kelas"; "film" -dalam bintang film; "kampus" -dalam bintang kampus)

23. Silepsis adalah majas penegasan berupa menggunakan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintasksis.

a. Ia telah kehilangan topi dan semanganya. (Gorys Keraf).

b. Ditatapnya wajah Tini dengan matanya, dengan hatinya, dengan seluruh perasaannya. ("Kubah", Ahmad Tohari)

24. Zeugma adalah variasi dari silepsis. Dalam zeugma kata yang digunakan tidak logis dan tidak gramatikal untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.

a. Dengan membelalakkan mata dan telinganya, ia mengusir orang itu. (Diksi dan Gaya Bahasa, Gorys Keraf)

b. Ia menundukkan kepala dan badannya untuk memberi hormat kepada kami. (Gaya Bahasa, Gorys Keraf).

D. Majas Pertentangan

1. Paradoks (paradoxos: para, bertentangan dengan, doxa: pendapat / pikiran) adalah cara pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.

a. Aku sangat menderitadalam pertemuan yang membahagiakan ini.

b. Dalam ruang kerjanya yang bersuhu delapan belas derajat, Handarbeni merasa sangat gerah. (Belantik, Ahmad Tohari)

c. Tidakkah kau sadari, di ruangan yang sempit dan pengap ini kita mendapatkan cakrawala yang amat luas.

2. Oksimoron adalah paradoks dalam satu frase

a. Ada ketegangan yang mengasyikkan ketika aku menyaksikan pertandingan sepakbola semalam.

b. Aku seperti bermimpi mengalami pertemuan yang asing ini.

3. Antitesis (Yun. Anti: bertentangan, tithenai:menempatkan) adalah pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.

a. Dellon adalah penyanyi Indonesian Idols yang disukai bukan hanya dari kalangan miskin maupun kaya, laki-Iaki atau perempuan, bahkan para ibu dan bapak-bapak.

b. Tindak kejahatan sekarang tidak membedakan lagi siang malam, pagi petang, laki-Iaki perempuan, dengan kekerasan atau tanpa kekerasan.

c. Katanya, di surga kita tidak lagi berurusan dengan lapar atau kenyang, miskin atau kaya, cantik atau je!ek.

4. Kontradiksi interminus adalah pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.

a. Yang belum melunasi uang sekolah tidak boleh mengikuti ulangan umum, kecuali Bisma.

b. Memang semua persoalan yang kita hadapi amat sukarkita pecahkan, kecuali masalah-masalah yang sederhana.

5. Anakronisme (anachronismos: ana, ke belakang, chronos, waktu) adalah ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian antara peristiwa dengan waktunya.

a. Moncong-moncong meriam diarahkan para pasukan Diponegoro kepada pasukan Belanda yang mendekat. (pasukan Diponegoro waktu itu masih menggunakan peralatan perang yang sederhana, misalnya, kelewang, tombak, dsb.)

b. Pandita Duma terbangun ketika mendengar bel berdering empat kali.